Jumat, Januari 31, 2014

27 Januari 2014



Sore ini aku menemani binaanku untuk ta’aruf. Sebenarnya hal seperti ini bukan kali pertama bagiku. Namun, sepertinya Allah ingin mengingatkanku atas apa yang seharusnya aku persiapkan untuk memenuhi separuh dien ini. 

MasyaAllah... betapa fakirnya aku, ketika merasa cukup atas diri sendiri. Aku sadar 2 pekan ini aku futur, dan itu aku biarkan begitu saja. Aku merasa cukup dengan ibadah seadanya asal tidak melakukan maksiat. Tidak mencintai sunnah dan kurang menghindari yang mubah. Astaughfirullah....
Betapa lemahnya aku, kurang bisa menjaga diri. Melakukan tarbiyah Dzatiyah dengan istiqomah.

Kalimat yang terucap dari lisan murobbi sang Ikhwan "apa persiapan khusus yang telah anti persiapkan?" tadi seperti mengingatkanku akan JANJI pada diri sendiri yang dulu pernah aku tancapkan dalam hati. Aku akan menggenapkan separoh dien, sudah sungguh-sungguhkah aku mempersiapkannya?
Dan lagi ketika aku merasa cukup dengan diriku....

Ada tulisan menarik yang membuatku sadar:

Seorang ibu yang sering bertanya pada anak perempuannya mengenai apa bagian tubuh yang terpenting bagi manusia. Dari tahun ke tahun, anak perempuannya itu terus memberika jawaban yang ia kira benar.
Di usianya yang lebih muda, anak itu mengira, bunyi atau suara itu sangat penting bagi manusia. Karena itu, ia menjawab “Telinga saya, Bu”.
Ibunya berkata, “Bukan. Banyak orang yang tuli. Coba pikirkan terus Ibu akan bertanya lagi di suatu saat nanti”.

Beberapa tahun berlalu, dan Sang Ibu kembali menanyakan hal itu lagi. Kali ini anak perempuannya merenung, mencoba memberikan jawaban yang benar. Lalu berkata kepada Ibunya, “Ibu, penglihatan itu sangat penting bagi siapa saja. Karena itu bagian tubuh yang paling penting untuk semua orang adalah mata.

Ibunya hanya memandang sang anak dan berkata, “Kamu cepat belajar. Tapi jawaban ini tidak tepat karena banyak orang yang buta”.
Sang anak kembali terdiam. Dari tahun ke tahun, ia terus menambah pengetahuan. Selama itu, Sang ibu bertanya beberapa kali dan jawabannya adalah selalu, “Bukan. Tapi kamu jadi pintar dari tahun ke tahun, Nak.”
Suatu hari kakek anak perempuan itu meninggal. Semua orang menangis. Bahkan ayahnya juga menangis. Anak itu ingat persis hal ini karena ini kali keduanya melihat sang ayah menangis.

Ketika tiba giliran mereka untuk memberi penghormatan terakhir kepada kakek, ibunya kembali bertanya pada anak perempuannya itu, “Apakah kamu sudah tahu, bagian apa yang paling penting bagi tubuh kita?”
Sang anak kaget, mengapa ibunya bertanya tentang hal itu pada situasi seperti ini. Selama ini si anak perempuan hanya mengira, pertanyaan itu hanya permainan tebak-tebakan antara ibu dan anak. Sang ibu tahu kalau anaknya bingung dan berkata, “Pertanyaan ini sangat penting. Ini menunjukkan, kamu benar-benar menghargai hidup ini. Untuk setiap bagian tubuh yang kamu bilang ke saya di waktu lalu, saya selalu bilang, kamu salah dan saya sudah menjelaskan contohnya mengapa. Tapi hari ini kamu harus belajar satu pelajaran penting ini.”

Sang ibu memandangi anaknya dengan pandangan yang hanya bisa diberikan seorang Ibu. Air mata menggenang di matanya. Si Ibu lalu berkata, “Anakku sayang, bagian tubuh yang paling penting itu adalah bahumu.” “Karena bahu menyangga kepala saya,” tanya si anak penasaran.

“Bukan. Tapi karena dapat menyangga kepada seorang teman atau orang yang kita sayangi, ketika mereka menangis. Semua orang perlu bahu untuk menyangganya dalam hidup ini. Saya hanya berharap , kamu punya kecukupan cinta dan teman sehingga kamu selalu punya tempat bersandar untuk menangis di saat kamu memerlukannya.”

Dari situ dan sejak itu, sang anak tahu, bagian yang paling penting dari tubuh bukan yang memikirkan diri sendiri. Yang paling penting adalah bersimpatik terhadap penderitaan orang lain.

Orang-orang akan lupa dengan apa yang kita katakan
Orang-orang akan lupa dengan apa yang kita kerjakan
Tapi orang tak akan pernah lupa perasaan yang dirasakannya akibat perlakuan kita kepadanya

Sahabat baik itu seperti bintang-bintang di langit
Kita tidak selalu melihat mereka, tapi kita tahu, bahwa mereka itu ada.


Notes.

Bila saya sebagai ibu anak tersebut. Jawaban dari pertanyaan “bagian apa yang terpenting sesuai filosofi di atas yaitu jari jemari” tanpa jari kita tidak bisa menyampaikan empati atau simpati dengan bahasa tubuh, tanpa jari kita tidak bergandengan, tanpa jari kita tidak bisa bersalaman dengan apik, tanpa jari kita akan sulit memegang sesuatu dengan kuat, banyak hal kecil yang bisa kita lakukan dengan jari-jari kita dan hal tersebut bisa menguatkan orang lain bukan hanya menjadi sandaran. Itulah mengapa saya menganggap bagian ini lebih penting dari bahu.  Sekali ini hanya pendapat, Sahabat bisa juga berpendapat lain, just share! J
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk Diskusi