Jumat, April 11, 2008

KEMISKINAN, SIAPA YANG PEDULI?




Kemiskinan merupakan masalah yang terus menghantui masyarakat kita. Mulai dari pemerintah yang terus melakukan berbagai usaha untuk mengentasakan masyarakat dari kemiskinan sampai masyarakat miskin sendiri yang pasrah dengan keadaan kekurangan tersebut. Hal ini disebabkan karena masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Standar kemiskinan umumnya diukur dengan tingkat pendapatan, yakni dilihat dari perspektif ”kemiskinan pendapatan” atau ”income-poverty” (Chambers, 1997). Pendekatan ini banyak dikritik oleh para pakar ilmu sosial sebagai pendekatan yang kurang bisa menggambarkan potret kemiskinan secara lengkap. Kemiskinan seakan-akan hanyalah masalah ekonomi yang ditunjukkan oleh rendahnya pendapatan seseorang atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jumlah orang miskin di Indonesia senantiasa menunjukkan angka yang tinggi, baik secara absolut maupun relatif, di pedesaan maupun di perkotaan. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya lebih rendah daripada garis kemiskinan absolut atau dengan kata lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang dicerminkan oleh garis kemiskinan absolut tersebut. Kriteria yang digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) untuk mengukur garis kemiskinan absolut tersebut adalah pengeluaran minimum yang diperlukan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Kebutuhan minimum untuk hidup ini diukur dengan pengeluaran untuk makanan setara 2100 kalori perkapita per hari ditambah pengeluaran untuk kebutuhan non makanan yang meliputi perumahan, berbagai barang dan jasa, pakaian dan barang tahan lama. Pada tahun 1993, angka pengeluaran minimum sebagai batas garis kemiskinan absolut tersbut ditetapkan rata-rata sebesar Rp 27.905,00 perkapita per bulan untuk daerah perkotaan dan Rp 18.244,00 untuk daerah pedesaan.
Berbeda dengan kemiskinan absolut, kemiskinan relatif adalah keadaan perbandingan antara kelompok yang mungkin tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi daripada garis kemiskinan dan kelompok masyarakat yang relatif lebih kaya. Dengan menggunkan ukuran pendapatan, maka keadaan ini dikenal dengan ketimpangan distribusi pendapatan.
Selain itu berdasarkan pola waktunya, kemiskinan di suatu daerah dapat dibedakan menjadi persistent proverty, cyclical poverty, seasonal proverty, serta accidental poverty  Persistent proverty yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Daerah seperti itu pada umumnya merupakan daerah-daerah yang kritis sumber daya alamnya, atau daerah yang terisolasi. Pola kedua adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Berikutnya seasonal proverty, yaitu kemiskinan musiman seperti dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan. Terakhir accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Setiap pola kemiskinan tersebut memiliki hubungan yang kuat dengan suatu wilayah.
Share: