Minggu, Januari 27, 2013

Dari Rumah Cahaya menuju Rumah Cinta (bag.3-selesai)


“laa ta’mannaa ‘alaa yusuffa...” suara santri serempak membacakan salah satu bacaan ghorib dalam Al-Qur’ran.
Untuk wisuda nanti ada sesi semacam khataman, tapi kami tidak membaca  keseluruhan 30 juz, hanya juz 30 saja dari at-takasur sampai selesai, ditambah ayat-ayat pilihan dan do’a. Namun, karena kami membacanya bersama-sama  jadi perlu latihan agar nyaman bila didengarkan.
“Assalamu’alaykum...” sapaku,
“Wa’alaykumsalaaaam....” jawab teman-teman.
“sini vis, sinii..kamu baris sebelah sini..”celetuk  mb evi dan alifah bersahutan.
“waaah, tugasku ngapain aja nih, yang jelas besok aku  manuut aja ya... hehe”
Dari pengarahan  mba puji besok saat wisuda urutannya seperti ini, santri dipanggil satu per satu menuju panggung sesuai urutan baris saat ini, kemudian bersama-sama mengucapkan salam baru duduk, setelah itu baru membaca surat at-takasur sampai selesai, dilanjutkan do’a, membaca ghorib dan satu per satu  menyebutkan hukum tajwid sesuai urutan. Kemudian baru perwakilan santri maju ke depan untuk presentasi makalah.
“Insyaallah besok Jumat sore kita gladi bersih di aula perpustakaan fisipol UGM bersama Bu Alfi,” tambah mba puji sebelum pengarahan di tutup.
Aku masih mencoba memasukkan aura-aura yang sama agar bisa seirama dengan teman-teman untuk acara ini, lebih dari sebulan kami merencakannya, semoga kami bisa memberikan yang terbaik, begitulah yang selalu ditanamkan ke para santri. Kami mencoba menghargai 2 tahun kami belajar di Asma Amanina, dan harapannya ilmu yang kami dapatkan ini barokah serta keluar dengan husnul khotimah. 

Bukan untuk orang tua kami yang datang agar bangga melihat kami, bukan pula untuk menghibur para tamu dengan persembahan kami, ataupun pun agar dipuji oleh para penguji saat khataman besok. Tidak. Kami semua berusaha bersyukur pada Allah atas semua nikmat yang telah kami terima disini dan berterima kasih pada para pemandu, guru, dan asatidz yang telah sabar membina kami. Kesungguhan kami untuk berlatih dan berusaha melakukan terbaik yang bisa kami lakukan adalah hadiah terbaik untuk mereka.
“aviiis, kamu sudah punya foto belum..?” tanya yessy
“hah.!? Foto buat apa e?” ku balik bertanya.
“ahh, kamu nih kebanyakan pergi sihh,,”tegurnya “ini lho foto buat ditampilin buat besok sama buat ijazah..” tambahnya
“hehe,, iya ya yess, meh melu po?hoho.. wah aku gak punya fotoe” jawabku sambil bergurau
“yaudah kalo gitu, ayo ke mushola, yang pada gak punya foto, kita foto dulu, kamu siap2 ya!!” perintahnya
“oke bos!” jawabku
Aku belum pernah wisuda, jadi sangat menikmati persiapan-persiapan ini, mesti pakai ini itu, kalo gak ada ribut deh cari pinjaman, dan tak terasa esok adalah hari H wisuda.
 ***

#Akhir oktober, Fisipol UGM.

Pukul 07.00 kami semua sudah rapi dan cantik memakai jilbab putih-putih, menghangatkan diri dengan gladi bersih terakhir, dan mulai stand by dibelakang panggung saat tamu undangan mulai berdatangan. Aku sms ibuku, “kok belum sampai ma?” tanyaku khawatir. Beberapa saat kemudian sms dari ibuku masuk “belum berangkat vis, bapak masih sakit perut”. Aku sangat berharap keluargaku bisa datang, tapi kalau Allah menginginkan lain yasudah gakpapa.. walau masih ada sedikit perasaan kecewa.
“Avisenna Pramitasari..”
Tiba giliranku memasuki panggung,
“dari magelang...”
Bak putri Indonesia, nama dan asal daerah kami satu per satu  dipanggil oleh mba Fira sebagai MC dari MQFM, beliau alumni Asma juga. Saat itu aku menyadari ternyata kami tersebar dari banyak pulau kecuali Bali dan Indonesia Timur. Menatap hadirin dengan lekat sembari mencari wajah yang ku kenal, ternyata keluargaku atau anak etos belum ada yang datang. Kami menjalani prosesi khataman dengan lancar dan semangat, ternyata ada 2 anak etos yang datang, tapi bukan dari etos monjali tempat yang kutinggali saat ini, aku melihat maryam dan eni dari etos pandega, mereka pun duduk bersama hadirin yang lain. 
Saat presentasi hpku bergetar, sms dari ibuku, “maaf banget ya vis, kami gak jadi bisa datang, bapak masih sakit, doakan ya. Selamat ya vis”. Sms singkat dari ibuku, “yasudah semoga bapak segera membaik” jawabku singkat.

Sebenarnya sedih juga, karena awalnya sudah berharap mereka dapat melihatku disini dalam suasana ini. Namun, taujih ustadz shol tadi mengingatkanku bahwa perjuangan kalian baru dimulai saat ini, keberhasilan tarbiyah sesungguhnya adalah saat kalian mampu bertahan dalam kondisi yang tidak ideal, dan harapannya santri-santri Asma Amanina Angkatan ke 3 ini dapat senantiasa tegar hingga puncak harapan. 

Perjuanganmu baru dimulai vis, aku mengingatkan diriku sendiri dan pada etos yang tengah menunggu untuk digarap. Ya Rabb, kuatkanlah aku...
Asma Amanina angkatan III
 ***
#Etos Monjali
Suatu siang saat kumenata kamar setelah  mba musta pergi dari etos. Tiba-tiba ada seorang etoser yang menyapaku dikamar, dia begitu ramah menceritakan banyak hal, aku berusaha menjadi pendengar yang baik, lalu kami beranjak ke kamarnya, dan mulailah aku mencari tahu bagaimana ia, ternyata ia seorang aktivis organisasi terlihat begitu banyak co-card  kepanitian dan kepesertaan yang ia ikuti.
“Oh, ini Birul aktif dimana aja?”tanyaku
“Birul anak KU mba, sekarang dianya lagi kuliah” jawabnya
“ooh... ku kira dia yang namanya birul, hehe..” batinku
Ku cari-cari mana yang bisa mengidetifikasikan nama si anak, akhirnya aku melihatnya, tertera namanya nining sapitri.
“lha kalo nining dari fakultas mana?” tanyaku memperbaiki keadaan,
“aku dari kehutanan mba,” jawabnya,
“wah gak keliatan kayak anak kehutanan ya.. hehe” candaku..
“terus kayak anak mana mba?” kritisnya..
“hehe...” ku jawab dengan ketawa.
Darinya kudapat cerita bagaimana kondisi asrama saat ini, cerita tentang teman-temannya dan banyak hal lain yang membantuku dapat memposisikan diri.
Ahh, aku sangat berharap bisa segera beradaptasi disini. Mengenal dan dikenal dekat oleh mereka, tapi entah mengapa masih ada perasaan takut dalam diriku.
Malam ini, malam pertamaku di asrama tanpa mba musta, aku masih membaca-baca buku-buku etos yang ia wariskan. Laporan-laporan etos yang bermacam-macam, duh bisa gak ya,hmm....lagi-lagi aku menyemangati diriku. Ingat pesan mama vis hiburku pada diriku sendiri, belajar dimanapun avis berada karena ilmu bisa kita  peroleh dimana saja kita berada

Lagi-lagi dia masuk ke kamarku, etoser, kami saling bertanya tentang banyak hal, saling bercerita, ternyata dia suka bercerita sampai-sampai ia tertidur di kamarku. Hmm.. ternyata beginilah kehidupan di Asrama Etos,  suasana malam lebih hidup daripada di Asma Amanina. Bila selepas kuliah malam kami semua tepar, kecuali hanya beberapa orang saja, lalu ditengah malam satu per satu bangun , ada yang mencuci, belajar, sholat dll. Disini, semuanya masih bangun sampai pukul 12 malam bahkan lebih, entah aktivitas apa saja yang mereka lakukan, ada yang ngobrol, ngerjain tugas, di depan laptop, nyuci, ada juga yang sudah tidur. Saat ini ku hanya bisa memperhatikan aktivitas mereka dari jauh, rasanya masih ada jarak di antara kami.. hmm , berusaha menjadi murobbi 24 jam, begitu mungkin singkatnya.

“mba aviiis....!! tau gak sih, tadi tu si lani beli es krim, tapi es krimnya jatuh, terus dianya nangis, manja banget ya mba?? Terus teman-teman pada bingung gitu menghibur lani, si lia tergopoh-gopoh, “gapapa lan, ni aku beliin lagi ya?” cerita si ifah menuturkan kejadian tadi siang, “dan tau gak  mba, pas aku yang butuh bantuan, tadi tu pas mandi aku lupa bawa handuk,... aku panggil orang-orang dan aku teriak minta tolong gak ada yang datang, akhirnya aku basah-basah deh..huhhh!! sebel!” keluhnya. Ku balas dengan senyum dan mencoba menghiburnya.
“Mba avis, ayo makan! Mba avis belum krasan ya disini? Kok aku belum pernah lihat mba avis makan di asrama..”tanyanya. “ah gak juga kok, cuman mba avis gak doyan aja makan pedes, gak kuat lambungnya sementara dari kemarin pedes-pedes terus hehe..”jawabku. “ooh gitu ya, bilang aja mba ke teman-teman kalo gitu...”sarannya.

Aku tertawa sendiri sambil geleng-geleng dengan kejadian ini, ada-ada saja kelakuan mereka, antara lucu, ngeselin, dan sebenarnya hal yang gak penting untuk diributkan.. hahaha. tiba-tiba ada yang menyanyi lagu itu “daarah muda, darahnya para remaja....”  Mendengarnya ku hanya bisa tersenyum simpul, mana ada kejadian begini di Asma, pikirku. Disini bukan kumpulan orang langitan yang haus retorika, tapi disni adalah orang-orang bumi yang menumbuhkan benih cinta. Ia perlu perawatan khusus, agar suatu saat nanti kita bisa memetik buah yang baik. Retorikaku  lumpuh tanpa bukti, ku mesti belajar lagi untuk memberi dan menyentuh hati, bukan hanya teori dan mempertahankan harga diri. Akhirnya ku mesti melepas jaket kebangganku dan mengenakan baju yang sama dengan mereka, sejauh ini ku tidak tahu bagaimana posisiku di mata mereka, tapi itu tidaklah penting. Aku disini bukan agar mereka menyukaiku, tapi... agar mereka punya sahabat yang lebih kekal. Bersahabat dengan Qur’an kan membawa cinta yang lebih besar. ^^v (tamat)

tetap bersahabat dengan Qur'an

 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk Diskusi