Sebelum pertanyaan itu dapat dijawab, selayaknya kita
mengajukan pertanyaan serupa pada diri kita (sebagai orangtua/guru/kakak):
Apakah kita sudah mencintai al Qur’an?
“The one who lack the thing can not give it to others”
Seseorang yang tidak memiliki motivasi/ghiroh/cinta pada Al
Qur’an maka ia tidak akan mampu memberi pada orang lain. Bagaimana seseorang
dapat mengajarkan cinta jika ia tidak mencintai, tidak tahu bagaimana cara
mencintai, dan bagaimana sebaiknya menyampaikan cinta? lebih-lebih cinta ini
bukan sembarang cinta tapi bukti cinta kepada Allah melalu kitab-Nya.
Orang yang hatinya terputus hubungan dengan Allah SWT,
bagaimana dia akan mampu menarik makhluk kepadaNya?
Peniaga yang tidak memiliki modal, bagaimana dia akan meraih
keuntungan?
Seorang mu’allim (guru) yang tidak mengetahui silabusnya,
bagaimana dia boleh
mengajar kepada orang lain?
Dan orang yang tidak mampu (lemah) memimpin dirinya sendiri,
bagaimana dia akan mampu
untuk memimpin orang lain?
(Sumber: Makalah Imam Hasan Al-Banna)
insyallah
kita adalah bagian dari orang-orang yang akrab dan mengakrabkan diri pada Al
Qur’an, sehingga dapat kita rasakan Al Qur’an menyegarkan, menyuburkan jiwa kita
layaknya hujan yang menyirami tumbuh-tumbuhan selepas musim kemarau yang
panjang. Artinya sebagai orang yang lebih lama hidup dibanding dengan
anak-anak, selayaknya kita memperbaharui benih motivasi dalam diri dan
membangun persepsi tentang Al Qur’an.
“Semakin baik (positif) persepsi kita maka akan semakin baik pula interaksi kita dengan Al Qur’an”
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan
rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya
itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (Q.S Yunus 57)
Menurut penafisran Ibnu Katsir,
bahwa yang dimaksud dari ayat di atas adalah:
يَاأَيُّهَاالنَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
Maksud penggalan ayat ini adalah
“pencegah kekejian”.
وَشِفَاءٌ لِما في الصّدُوْرِ
Maksudnya adalah dari
kesamaran-kesamaran dan keragu-raguan, yaitu menghilangkan kekejian dan kotoran
yang ada di dalamnya
وَهُدَى وَرَحْحةٌ
لِلْمُؤْمِنين
Maksudnya
hidayah dan rahmat dari Allah Ta`ala dapat dihasilkan dengan adanya Al Qur’an
itu. Dan sesungguhnya hidayah dan rahmat itu hanyalah untuk orang-orang yang
beriman kepadanya, membenarkan dan meyakini apa yang ada di dalamnya,
sebagaimana firman Nya:
ونُنَزِّلُ مِنَ القُرْآنِ ما
هُوَ شِفَاءٌ وَرحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنين ولاَ يَزيْدُ الظّالمين إلاّ خسارًا
“ Dan Kami
turunkan dari Al Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman, dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zhalim selain kerugian” (QS Al-Isra’: 82)
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ
وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذلِكَ
“Katakanlah :
“Dengan karunia Allah dan rahmat Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. Maksudnya, dengan petunjuk
dan agama yang benar, yang datang dari sisi Allah ini hendaklah mereka
bergembira, karena sesungguhnya jal itu
yang patut
mereka bangggakan.
فلْيَفْرَحُوْا هُوَ
خَيْرٌ مِمّا يَجْمَعُونَ
“Karena Allah dan rahmat Nya itu
adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”, maksudnya, dari harta
duniawi dan apa yang ada di dalamnya, berupa keindahan yang akan rusak dan
pasti hilang.
Yang dimaksud dari al mau`izhoh adalah dalam bentuk perintah dan larangan,
yang berhubungan dengan “pemberian
motivasi dan berita gembira” dan “peringatan yang menakutkan dan berita
ancaman” (targhiib dan tarhiib), perkataan yang benar (qaulul haq) yang
melunakkan hati dan membekas dalam jiwa, dapat menahan gejolak hawa nafsu yang
membangkang, dan menambah jiwa menjadi terdidik baik secara iman maupun
hidayah. (Ibnu Taimiyah, dalam Majmu` Fatawa, 19:164, Miftah Daar as
Sa`adah-Ibnul Qayyim, 1: 195, juga dalam kitab Tafsirnya hal. 344).
Pada hakikatnya belajar Al Qur’an
bukan menjadi beban tapi kebutuhan bagi diri terlebih untuk anak-anak. Mana ada
orang yang tidak ingin anaknya memiliki didikan yang lebih baik daripada
dirinya sendiri pada masa lalu?
Untuk menjaga “ruh” Al Qur’an
agar senantiasa dapat diambil mau’izhohnya selayaknya orang-orang yang akrab
dengan Al Qur’an mesti:
- 1. Menjaga Qiyamul Lail
- 2. Menjaga tilawah 1 juz sehari
- 3. Dzikir pagi dan sore
Terakhir senantiasa perlu diingat
bahwa mendidik bukan untuk membuat anak menjadi pintar.akita akan mudah kesal
apabila anak tidak pintar-pintar. Maka kita sama-sama belajar untuk membuat
anak dan diri kita sendiri lebih dekat pada Allah SWT.
Maroji’:
-
Al Qur’anul Kariim
-
Materi Taujih Ust. Hasbi pada MMQ (4 jilid) yang
ke 4 (6 Agustus 2016)
-
Mahad-ib.blogspot.co.id
-
Makalah Hasan al banna
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk Diskusi