Kamis, Agustus 11, 2016

Bagaimana mengajarkan anak mencintai al Qur’an?


Sebelum pertanyaan itu dapat dijawab, selayaknya kita mengajukan pertanyaan serupa pada diri kita (sebagai orangtua/guru/kakak): Apakah kita sudah mencintai al Qur’an?

 “The one who lack the thing can not give it to others”
Seseorang yang tidak memiliki motivasi/ghiroh/cinta pada Al Qur’an maka ia tidak akan mampu memberi pada orang lain. Bagaimana seseorang dapat mengajarkan cinta jika ia tidak mencintai, tidak tahu bagaimana cara mencintai, dan bagaimana sebaiknya menyampaikan cinta? lebih-lebih cinta ini bukan sembarang cinta tapi bukti cinta kepada Allah melalu kitab-Nya.

Orang yang hatinya terputus hubungan dengan Allah SWT,
bagaimana dia akan mampu menarik makhluk kepadaNya?
Peniaga yang tidak memiliki modal, bagaimana dia akan meraih keuntungan?
Seorang mu’allim (guru) yang tidak mengetahui silabusnya,
 bagaimana dia boleh mengajar kepada orang lain?
Dan orang yang tidak mampu (lemah) memimpin dirinya sendiri,
 bagaimana dia akan mampu untuk memimpin orang lain?
(Sumber: Makalah Imam Hasan Al-Banna)


insyallah kita adalah bagian dari orang-orang yang akrab dan mengakrabkan diri pada Al Qur’an, sehingga dapat kita rasakan Al Qur’an menyegarkan, menyuburkan jiwa kita layaknya hujan yang menyirami tumbuh-tumbuhan selepas musim kemarau yang panjang. Artinya sebagai orang yang lebih lama hidup dibanding dengan anak-anak, selayaknya kita memperbaharui benih motivasi dalam diri dan membangun persepsi tentang Al Qur’an.

“Semakin baik (positif) persepsi kita maka akan semakin baik pula interaksi kita dengan Al Qur’an”


 Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (Q.S Yunus 57)


Menurut penafisran Ibnu Katsir, bahwa yang dimaksud dari ayat di atas adalah:
يَاأَيُّهَاالنَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
Maksud penggalan ayat ini adalah “pencegah kekejian”.

وَشِفَاءٌ لِما في الصّدُوْرِ

Maksudnya adalah dari kesamaran-kesamaran dan keragu-raguan, yaitu menghilangkan kekejian dan kotoran yang ada di dalamnya

وَهُدَى وَرَحْحةٌ لِلْمُؤْمِنين

Maksudnya hidayah dan rahmat dari Allah Ta`ala dapat dihasilkan dengan adanya Al Qur’an itu. Dan sesungguhnya hidayah dan rahmat itu hanyalah untuk orang-orang yang beriman kepadanya, membenarkan dan meyakini apa yang ada di dalamnya, sebagaimana firman Nya:  

ونُنَزِّلُ مِنَ القُرْآنِ ما هُوَ شِفَاءٌ وَرحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنين ولاَ يَزيْدُ الظّالمين إلاّ خسارًا

“ Dan Kami turunkan dari Al Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian” (QS Al-Isra’: 82)

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذلِكَ

“Katakanlah : “Dengan karunia Allah dan rahmat Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. Maksudnya, dengan petunjuk dan agama yang benar, yang datang dari sisi Allah ini hendaklah mereka bergembira, karena sesungguhnya jal itu

 yang patut mereka bangggakan.

فلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمّا يَجْمَعُونَ


“Karena Allah dan rahmat Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”, maksudnya, dari harta duniawi dan apa yang ada di dalamnya, berupa keindahan yang akan rusak dan pasti hilang.
Yang dimaksud dari al mau`izhoh adalah dalam bentuk perintah dan larangan, yang berhubungan dengan “pemberian motivasi dan berita gembira” dan “peringatan yang menakutkan dan berita ancaman” (targhiib dan tarhiib), perkataan yang benar (qaulul haq) yang melunakkan hati dan membekas dalam jiwa, dapat menahan gejolak hawa nafsu yang membangkang, dan menambah jiwa menjadi terdidik baik secara iman maupun hidayah. (Ibnu Taimiyah, dalam Majmu` Fatawa, 19:164, Miftah Daar as Sa`adah-Ibnul Qayyim, 1: 195, juga dalam kitab Tafsirnya hal. 344).

Pada hakikatnya belajar Al Qur’an bukan menjadi beban tapi kebutuhan bagi diri terlebih untuk anak-anak. Mana ada orang yang tidak ingin anaknya memiliki didikan yang lebih baik daripada dirinya sendiri pada masa lalu?

Untuk menjaga “ruh” Al Qur’an agar senantiasa dapat diambil mau’izhohnya selayaknya orang-orang yang akrab dengan  Al Qur’an mesti:
  • 1.       Menjaga Qiyamul Lail
  • 2.       Menjaga tilawah 1 juz sehari
  • 3.       Dzikir pagi dan sore


Terakhir senantiasa perlu diingat bahwa mendidik bukan untuk membuat anak menjadi pintar.akita akan mudah kesal apabila anak tidak pintar-pintar. Maka kita sama-sama belajar untuk membuat anak dan diri kita sendiri lebih dekat pada Allah SWT.


Maroji’:
-          Al Qur’anul Kariim
-          Materi Taujih Ust. Hasbi pada MMQ (4 jilid) yang ke 4 (6 Agustus 2016)
-          Mahad-ib.blogspot.co.id
-          Makalah Hasan al banna 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk Diskusi