Rabu, Juli 08, 2009

Tak Selamanya Ngandong Naik Kuda

Gunung Andong (29/07/09) - Setelah sekian lama akhirnya mimpi itu terwujud kembali, satu tahun lamanya aku menunggu, akhirnya kesabaran itu membuahkan hasil, perjumpaan itu kembali kutemui disini, hari ini. Puncak, tanpa atap, menuju ke atas, Pasti! Ketika seorang anak bermimpi, dia akan selalu bermimpi dengan membayangkan angkasa luar, melihat bintang, menggapai awan, langit luas tanpa batas, tanpa atap. Namun, semakin bertambahnya usia bertambah pula keinginannya, langit yang awalnya tak beratap itu sekarang berubah menjadi sebuah rumah lengkap dengan eternit dan gentingnya. Dari bawah terlihat terbatas, tak terlihat, dan dengan atap. Kalaupun atap kita ubah dengan kaca, tetaplah hal itu akan menjadi glassceiling effect bagi kami, keterbatasan itu telah muncul dan akhirnya bisa membuat kami nyaman dengan standar ini dan membuat kami mudah memaafkan diri dengan keterbatasan pandangan kami.
Namun, kehidupan di luar sana mengajarkan hal yang berbeda bagi diriku. Jika penduduk setempat dapat sampai ke puncak gunung Andong dalam waktu setengah jam. Maka kami, khususnya aku baru bisa menikmati puncak 2,5 jam lebih lama daripada para penduduk asli di sana. Memalukan memang, tapi itulah perjuangan yang bisa dicapai. Perjuangan sel darah merah pengangkut oksigen yang harus berlari lebih cepat dari biasanya untuk mengirimkannya ke otak. Jantung yang bekerja 2x lebih kencang untuk memompa darah ke seluruh bagian tubuh, paru-paru yang tak henti-hentinya untuk menangkapi oksigen yang berhamburan, otot-otot kaki dan tangan pun tak mau ketinggalan, “ayo kaki kamu pasti bisa melangkah lagi, sedikit lagi…sedikit lagi… “ tangan dan pundak harus tetap kuat menyangga, beban yang ada dipundak ini adalah amanah, amanah yang harus dipikul oleh kita sendiri. Jalan begitu terjal, sedikit bosan dengan jalan yang ditapaki orang-orang, kucoba jalan lain, yang ternyata membuat adrenalinku meningkat. Lebih cepat tapi juga lebih terjal, miring,dan berpasir, alang-alang ini juga tak mau kalah ingin meninggalkan jejaknya di tanganku, tergores sedikit tak mengapa, teman-temanku sudah memanggilku lekas naik, foto dulu… (jepret…!) ternyata zaman ini sudah jauh berbeda, dalam kesempitan dan keputusasaan pun tak membuat kami lupa untuk merekam semua puzzle kehidupan yang tengah kami lalui, narsis lebih tepatnya =).

Walau tertatih kaki ini berjalan, rindu syahid tak akan tergoyahkan.. wahai tentara Allah bertahanlah! Jangan menangis walau jasadmu terluka…sebelum kau bergelar syuhada tetap bertahan dan bersiap siagalah…
Saat mudah bagi Allah untuk menyentilku jatuh dan menggelundung ke bawah, mungkin akan asyik juga membuat tubuhku ini dapat menggelinding seperti trenggiling yang berguna untuk melindungi diri, tapi sayangnya aku tidak bisa seperti itu, dan imanku pun tak mampu menempatkanku bergelar syuhada untuk saat ini, jadi aku lebih memilih untuk tetap berdo’a dan berhati-hati dalam melangkah.
Jalan ini jalan panjang penuh aral yang melintang…namun jiwa tetap arungi…tuk Illahi…

Semangat wahai saudaraku untuk menggapai cita!
lantunan itu dengan sendirinya terlantun ke dalam sukma, setapak demi setapak terus saja diarungi sampai tak terasa perbekalan pun menipis, air habis, Alhamdulillah gula jawa menjadi solusinya. Terimakasih teman telah memberikannya padaku. Lanjutkan! Itulah kata yang bisa kita katakan.
Terlihat dari kejauhan bendera berwarna putih hitam dan kuning, serta bertuliskan Parta Keadilan Sejahtera, menjadi sebuah pemandangan yang sejak tadi kami rindukan. Puncak! Inilah titik itu, mantapkan hati. Entah berapa ketinggian dari tempat aku berdiri ini, jika lebih dari 2000kaki maka tempat ini layak disebut gunung. Entahlah… aku hanya merasa tak ada atap disini, tak ada puncak lain disini. Jadi aku sudah sampai pada titik puncak tahap awal sampai menuju tahap selanjutnya yang kian berat.
Jika jikustik mengatakan “pandangi langit malam ini” maka aku yang ada di atas ini kan berkata “pandangi dan nikmati alam ini” tak ada sesuatu pun yang ingin kami rubah dalam kesempurnaan alam yang terlihat dari atas. Ciptaan manusia, dan keberkahan dari Allah SWT. Itulah anugerah.
Share: