Selasa, Oktober 14, 2014

Rabithah Untukmu....

Sayang itu terkadang terlalu malu diungkapkan pada objek subjek utama,
tapi dia “sumringah” diajukan pada objek-objek subjek-subjek pendamping.
Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga masih malu untuk diucapkan.
Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai.
(penghujung Muharram 1433H)

Tulisan ini tentang ringkasan dari Buku “Syarah Do’a Rabithah” oleh Muhammad Lili Nur Aulia. Saya tulis sudah beberapa tahun yang lalu dan akhirnya menemukan buku ini kembali. Sayang sekali jika tidak  Saya tuliskan lagi disini.


Do’a Rabithah bukanlah do’a yang diajarkan oleh Rasulullah, sehingga ketika memanjatkannya bukan merupakan sunnah. Do’a ini merupakan hasil karya dari Hasan Al Banna untuk memperkuat ukhuwah di kalangan para aktivis dakwah pada khususnya. Do’a ini disusun agar mereka selalu ingat prinsip-prinsi perjuangan yang meliputi kesatuan tujuan, kesatuan aqidah, kesatuan pemikiran, kesatuan konsep, kesatuan jama’ah, kesatuan kepemimpinan, kesatuan harakah dan kesatuan perasaan.

Ya do’a untuk memperkuat ukhuwah. Namun perlu kita ketahui lebih  dulu sebelum manusia itu dapat memperkuat ukhuwah dengan sesama manusia. Ada hal mendasar yang menjadi pondasi atas semua itu. Paling pertama yang harus ada dan tertanam kuat dalam hati seorang muslim adalah cinta kepada Allah. Manisnya iman seseorang hamba tidak mungkin dirasakan kecuali dengan mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya. Cinta kepada Rasulullah adalah konsekuensi cinta pada Allah SWT. Mencintai saudara seiman adalah juga berpangkal pada kecintaan pada Allah.
Kecintaan kepada seseorang karena Allah SWT juga berdiri di atas prinsip kedekatan kita kepada Allah SWT. Kedekatan pada Allah SWT terdefinisikan pada sikap menyerah dan tunduk kepada-Nya. Artinya semakin seseorang dekat dan tunduk kepada Allah semakin memancarlah kecintaannya pada muslim yang lain (feeling wonderful).


Setelah pikiran, hati dan lisan kita meyakini hal itu, akan lebih mudah bagi kita menikmati betapa indahnya do’a ini.




Mari kita lihat keindahannya....
Allahumma innaka ta'lamu anna hadzihil qulub,
Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya hati-hati i ini,
Do’a ini diawali dengan kata Allahumma..(Ya Allah..). Dalam kata ini terkandung makna kefakiran, kehinaan, kelemahan, dan penghambaan seorang makhluk. Kata ini merupakan kunci munajat, permohonan, sekaligus pada ketundukan kepada Allah, Tuhan semesta alamm. Hanya Engkaulah Yang Maha Menyingkap apa yang tersimpan dalam hati kami. Hanya Engkaulah Yang Maha Melihat rahasia jiwa kami.
Perpaduan hati yang disebutkan dalam do’a ini adalah hati yang sebenar-benarnya, yang telah terseleksi dan tidak sembarang hati. Hanya hati yang memiliki sifat tertentu saja yang masuk dalam sebutan do’a ini terdapat kata penguat Alif nun dan qof da’. Dalam bahasa Arab hal ini menegaskan sesuatu yang bersifat spesifik dan khusus. Termasuk dalam anjuran agar hati pendo’a terdorong untuk bisa mewujudkan sejumlah sifat-sifat yang diuraikan setelahnya, yaitu untuk berlomba-lomba dalam berbuat baik, termasuk dalam mewujudkan sifat-sifat hati pilihan tersebut.
Maka sepantasnya bila kita termasuk orang-orang yang berazam menuju Rabbnya, mempercepat langkah, menyingsingkan baju dan berusaha untuk memiliki kondisi hati yang bisa menghadirkan keridhaan Allah.

qadijtama-at 'alaa mahabbatik,
telah terhimpun karena cinta kepada-Mu,
Ibnu Qayyim rahimahullah, mengomentari arti mahabbah dalam pandangan bahasa dengan sebuah ungkapan indah: “Mahabbah adalah kejernihan cinta. Kekuatan, ketinggian, dan kebesaran keinginan hati kepada yang dicinta, dikarenakan pertautannya dengan yang ia cinta dan inginkan. Ia adalah keteguhan keinginan kepada yang dicinta, dan kemauan untuk selalu bersamanya dan tidak meninggalkannya, agar sang pencinta bisa memberikan inti hatinya kepada yang dicinta, bahkan sesuatu paling berharga yang ia miliki, yaitu hatinya...”
Terhimpun karena landasan ini tak bisa dihalangi oleh sekat geografis, wilayah, laut, daratan, apalagi sekedar ras, suku atau nasab. Orang yang termasuk dalam golongan ini dapat dimasukkan juga dalam tujuh golongan yang mendapat naungan Allah di hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan Allah, yaitu:
 “..dua orang yang saling mencinta karena Allah berhimpun karena Allah dan berpisah karena Allah SWT..”
wal taqat 'alaa tha'atik,
dan berjumpa dalam ketaatan pada-Mu,
Kalimat ini menegaskan kembali bahwa asal dan muara pertemuan kita di jalan ini adalah untuk menjunjung ketaatan kepada Allah SWT. Sekaligus menyambung kalimat sebelumnya, hal ini karena kecintaan tidak akan terwujud kecuali dengan tha’ah (mengikuti perintahNya dalam arti mentaati perintahNya dan menjauhi larangan-Nya. Ketika seseorang melakukan ketaatan, sesungguhnya itu juga merupakan realisasi dari mahabbah kepada Allah SWT.

wa tawahhadat 'alaa da'watik,
dan (hati-hati ini telah) bersatu dalam menyeru-Mu,
Bersatu dalam menyeru-MU, maksudnya adalah bersatu dalam menyerukan dakwah untuk kembali kepada Allah SWT. Hati mereka telah terpenuhi oleh tanggungjawab yang dipikul sebagaimana para Nabi dan Rasul, lalu mereka berpadu dalam langkah, kerja, dalam mempraktikan risalah Allah SWT. Korelasi dengan kalimat-kalimat sebelumnya adalah hati yang telah mencintai Allah dan tunduk kepada Allah, berarti ia telah mendapatkan persiapan Rabbani untuk memikul risalah Allah secara pemahaman dan aksi maupun jihad untuk membelanya.


wa ta ahadat ala nashrati syari'atik.
dan (hati-hati ini telah)bersumpah dalam membela syariat-Mu.
Maka perjanjian hati-hati ini adalah perjanjian dengan Allah yang telah menyiapkan, menciptakan dan memuliakannya dengan dipilhnya hati-hati tersebut untuk membawa risalah ini. Oleh sebab itu, hati-hati ini berjanji untuk menolong syariat Allah. Pemilik hati itu adalah kita yang membaca do’a ini.

Fa watsiqillahumma rabithataha,
Maka ya Allah, kuatkanlah ikatan (hati-hati) nya,
Imam Hasan Al Banna mengatakan bahwa dakwah ini memiliki tiga landasan, yaitu: pemahaman yang mendalam, iman yang kokoh dan kecintaan yang terjalin kuat. “Saling mencintailah diantara kalian, peliharalah sungguh-sungguh ikatan hati antara kalian. Itulah rahasia kekuatan kalian. Itulah tiang yang menyangga keberhasilan kalian. Tetap teguhlah seperti itu, sampai Allah membukakan antara kalian dan kaum kalian dengan kebenaran, dan Allah adalah sebaik-baik yang membukakan itu.” Hati memiliki bahasa khusus yang tidak dimengerti kecuali oleh orang yang hidup dengannya dan telah merasakan kemanisannya.

wa adim wuddaha,
dan kekalkanlah kasih sayang di antara hati-hati ini,
Orang yang paling lemah ialah orang yang mendapatkan saudara, tapi kemudian ia tidak menjaga cintanya. Tidak ada kebaikan bersaudara dengan orang yang memiliki dua hati, bermuka manis saat berjumpa dan bermuka masam saat berpaling. Menjaga kasih sayang bukan hanya dengan makan-makan, minum dan berkumpul. Ibnu Hibba menjelaskannya “Dalam sikap tidak berlebihan, suara rendah, tidak sombong, senantiasa tawadhu’, berusaha meninggalkan perbedaan, tidak membebani saudara dengan pekerjaan yang menumpuk sehingga ia bosan, sebab seperti bayi yang terlalu lama menyusu mungkin lama kelamaan ia juga akan disapih juga oleh ibunya”.

wahdiha subuulaha,
dan tunjukkanlah (hati-hati ini)  jalan baginya,

Hidayah Allah mutlah dibutuhkan dalam persaudaraan ini. “Sesungguhnya kamu tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya (Q.S. Al Qashoh:56). Hati berada di antara dua jemari Allah. Dia membolak-balikkan sesuai kehendaknya. Maka Do’a yang sering diucapkan Nabi ialah :
“Wahai zat yang membolak balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agamamu...”

wamla'ha binuurikal ladzi laa yakhbu,
dan penuhilah (hati-hati ini) dengan cahaya yang tiada redup,
Hati ini memerlukan bekal. Bekal yang utama adalah hadirnya cahaya Allah di dalam hati kita, sehingga hati-hati kita selalu siaga, tidak pernah tidur dan menjernihkan hati. Ibnu Abbas ra menuturkan, “ Kebaikan itu memancarkan cahaya di dalam hati, menyorotkan sinar pada wajah, membangkitkan kekuatan pada badan, mengundang rizki dan menumbuhkan kecintaan di hati semua makhluk. Sebaliknya keburukan itu menyebabkan kehitaman pada wajah, kegelapan di dalam hati, kelemahan badan, sedikit rizki dan kemurkaan di hati semua makhluk.”

wasy-syrah shuduroha bi faidil imaanibik wa jami' lit-tawakkuli 'alaik,
dan lapangkanlah seluruh relung hati ini dengan keindahan bertawakal pada-Mu,
Tawakal menurut Imam Al Ghazali adalah ibadah hati yang paling utama. Tanpa tawakal, tidak ada kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup. Manusia akan cenderung menghadapi problematika kehidupan dengan emosional, mudah frustasi dan putus asa bahkan bisa menjurus ke perbuatan syirik. (Lihat Q.S Ibrahim;2)

wa ahyiha bi ma'rifatik,
dan hidupkan hati ini dengan ma'rifah kepada-Mu,
Maksud memohon agar hati kita dihidupakan dengan ma’rifah kepada Allah adalah agar kita bisa merealisasikan makna ma’rifatullah itu dalam hidup ini. Sebagian salaf mengatakan, bahwa tidurnya orang yang ‘aarif (memiliki ma’rifah kepada Allah) adalah sama dengan dia bangun, karena nafasnya adalah tasbih. Karena hatinya selalu hidup, dua matanya memang tidur tetapi ruhnya sujud kepada Allah di bawah Arasy dihadapan Allah. Tidurnya orang ‘aarif bahkan lebih baik daripada sholatnya orang ghaafil (lalai). Karena orang yang ghaafil berdiri sholat, sementara hatinya menerawang ke berbagai urusan dunia dan angan-angan.
wa amitha 'alaa syahaadati fii sabiilik...
dan matikan ia dalam syahid di jalan-Mu.
Kematian adalah seni. Imam Hasan Al banna suatu ketika mengatakan “Sesungguhnya ummat yang pandai merekayasa kematian dan tahu bagaiamana kematian yang mulia, merekalah yang akan dikaruniai kehidupan mulia. Kaetahuilah kematian yang mulia itu bisa mendatangkan kebahagiaan yang begitu sempurna. Semoga Allah SWT memberi karunia kepada kalian semua, kematian mati syahid di jalan-Nya”
Innaka ni'mal maula wa ni'man nashiir.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.

Kesalahan paling fatal adalah bila engkau berusaha mengatur dan menata kehidupan sekitarmu, tapi engkau membiarkan kekacauan di hatimu. (Mustafa Shadiq Ar Rafi’i dalam Wahyu Qalam).

Aktivitas kita di dunia ini, tidak lain adalah aktivitas hati kita. Hati yang tahu bahwa Allah selalu memantaunya, dan mengetahui pengkhianatan kerlingan mata sekalipun serta mengetahui rahasia yang tersimpan di dalam dada.

Astaughfirullahal’adzim...
Semoga Allah mengampuni dan memudahkan jalan kita semua untuk lebih dekat padaNya.
Aamiin...


Keterangan Buku
Judul                     : Syarah Do’a Rabithah (Saudaraku, kuhadirkan wajahmu dalam do’aku)
Penulis                 : M. Lili Nur Aulia
Tebal                    : VIII, 118 halaman, 17,5 cm;TNW 10.5

Penerbit                : Info Islam Publishing 2008



Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk Diskusi