Sayang itu
terkadang terlalu malu diungkapkan pada objek subjek utama,
tapi dia
“sumringah” diajukan pada objek-objek subjek-subjek pendamping.
Tentang rasa
cinta untuk mereka yang juga masih malu untuk diucapkan.
Tentang
rindu kebersamaan yang terlambat teruntai.
(penghujung Muharram 1433H)
Tulisan ini
tentang ringkasan dari Buku “Syarah Do’a Rabithah” oleh Muhammad Lili Nur
Aulia. Saya tulis sudah beberapa tahun yang lalu dan akhirnya menemukan buku
ini kembali. Sayang sekali jika tidak
Saya tuliskan lagi disini.
Do’a Rabithah bukanlah do’a yang diajarkan oleh Rasulullah, sehingga ketika
memanjatkannya bukan merupakan sunnah. Do’a ini merupakan hasil karya dari
Hasan Al Banna untuk memperkuat ukhuwah di kalangan para aktivis dakwah pada
khususnya. Do’a ini disusun agar mereka selalu ingat prinsip-prinsi perjuangan
yang meliputi kesatuan tujuan, kesatuan
aqidah, kesatuan pemikiran, kesatuan konsep, kesatuan jama’ah, kesatuan
kepemimpinan, kesatuan harakah dan kesatuan perasaan.
Ya do’a untuk memperkuat ukhuwah. Namun perlu kita ketahui lebih dulu sebelum manusia itu dapat memperkuat
ukhuwah dengan sesama manusia. Ada hal mendasar yang menjadi pondasi atas semua
itu. Paling pertama yang harus ada dan tertanam kuat dalam hati seorang muslim
adalah cinta kepada Allah. Manisnya iman seseorang hamba tidak mungkin
dirasakan kecuali dengan mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya. Cinta kepada
Rasulullah adalah konsekuensi cinta pada Allah SWT. Mencintai saudara seiman
adalah juga berpangkal pada kecintaan pada Allah.
Kecintaan kepada seseorang karena Allah SWT juga berdiri di atas
prinsip kedekatan kita kepada Allah SWT. Kedekatan pada Allah SWT
terdefinisikan pada sikap menyerah dan tunduk kepada-Nya. Artinya semakin seseorang
dekat dan tunduk kepada Allah semakin memancarlah kecintaannya pada muslim yang
lain (feeling wonderful).
Setelah pikiran, hati dan lisan kita meyakini hal itu, akan lebih mudah bagi kita menikmati betapa indahnya do’a ini.
Mari kita lihat keindahannya....
Allahumma innaka ta'lamu
anna hadzihil qulub,
Ya Allah, sesungguhnya
Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya hati-hati i ini,
Do’a ini diawali dengan
kata Allahumma..(Ya Allah..). Dalam kata ini terkandung makna kefakiran,
kehinaan, kelemahan, dan penghambaan seorang makhluk. Kata ini merupakan kunci
munajat, permohonan, sekaligus pada ketundukan kepada Allah, Tuhan semesta
alamm. Hanya Engkaulah Yang Maha Menyingkap apa yang tersimpan dalam hati kami.
Hanya Engkaulah Yang Maha Melihat rahasia jiwa kami.
Perpaduan hati yang
disebutkan dalam do’a ini adalah hati yang sebenar-benarnya, yang telah
terseleksi dan tidak sembarang hati. Hanya hati yang memiliki sifat tertentu
saja yang masuk dalam sebutan do’a ini terdapat kata penguat Alif nun dan qof
da’. Dalam bahasa Arab hal ini menegaskan sesuatu yang bersifat spesifik dan
khusus. Termasuk dalam anjuran agar hati pendo’a terdorong untuk bisa
mewujudkan sejumlah sifat-sifat yang diuraikan setelahnya, yaitu untuk
berlomba-lomba dalam berbuat baik, termasuk dalam mewujudkan sifat-sifat hati
pilihan tersebut.
Maka sepantasnya bila
kita termasuk orang-orang yang berazam menuju Rabbnya, mempercepat langkah,
menyingsingkan baju dan berusaha untuk memiliki kondisi hati yang bisa
menghadirkan keridhaan Allah.
qadijtama-at 'alaa
mahabbatik,
telah terhimpun karena cinta kepada-Mu,
telah terhimpun karena cinta kepada-Mu,
Ibnu Qayyim
rahimahullah, mengomentari arti mahabbah dalam pandangan bahasa dengan sebuah
ungkapan indah: “Mahabbah adalah kejernihan cinta. Kekuatan, ketinggian, dan
kebesaran keinginan hati kepada yang dicinta, dikarenakan pertautannya dengan
yang ia cinta dan inginkan. Ia adalah keteguhan keinginan kepada yang dicinta,
dan kemauan untuk selalu bersamanya dan tidak meninggalkannya, agar sang
pencinta bisa memberikan inti hatinya kepada yang dicinta, bahkan sesuatu
paling berharga yang ia miliki, yaitu hatinya...”
Terhimpun karena
landasan ini tak bisa dihalangi oleh sekat geografis, wilayah, laut, daratan,
apalagi sekedar ras, suku atau nasab. Orang yang termasuk dalam golongan ini
dapat dimasukkan juga dalam tujuh golongan yang mendapat naungan Allah di hari
di mana tidak ada naungan kecuali naungan Allah, yaitu:
“..dua orang yang saling mencinta karena Allah
berhimpun karena Allah dan berpisah karena Allah SWT..”
wal taqat 'alaa tha'atik,
dan berjumpa dalam ketaatan pada-Mu,
Kalimat ini menegaskan kembali
bahwa asal dan muara pertemuan kita di jalan ini adalah untuk menjunjung
ketaatan kepada Allah SWT. Sekaligus menyambung kalimat sebelumnya, hal ini
karena kecintaan tidak akan terwujud kecuali dengan tha’ah (mengikuti
perintahNya dalam arti mentaati perintahNya dan menjauhi larangan-Nya. Ketika
seseorang melakukan ketaatan, sesungguhnya itu juga merupakan realisasi dari
mahabbah kepada Allah SWT.
wa tawahhadat 'alaa da'watik,
dan (hati-hati ini
telah) bersatu dalam menyeru-Mu,
Bersatu dalam menyeru-MU, maksudnya adalah
bersatu dalam menyerukan dakwah untuk kembali kepada Allah SWT. Hati mereka
telah terpenuhi oleh tanggungjawab yang dipikul sebagaimana para Nabi dan
Rasul, lalu mereka berpadu dalam langkah, kerja, dalam mempraktikan risalah
Allah SWT. Korelasi dengan kalimat-kalimat sebelumnya adalah hati yang telah
mencintai Allah dan tunduk kepada Allah, berarti ia telah mendapatkan persiapan
Rabbani untuk memikul risalah Allah secara pemahaman dan aksi maupun jihad
untuk membelanya.
wa ta ahadat ala nashrati syari'atik.
dan (hati-hati ini
telah)bersumpah dalam membela syariat-Mu.
Maka perjanjian hati-hati ini adalah
perjanjian dengan Allah yang telah menyiapkan, menciptakan dan memuliakannya
dengan dipilhnya hati-hati tersebut untuk membawa risalah ini. Oleh sebab itu,
hati-hati ini berjanji untuk menolong syariat Allah. Pemilik hati itu adalah
kita yang membaca do’a ini.
Fa watsiqillahumma rabithataha,
Maka ya Allah, kuatkanlah ikatan (hati-hati) nya,
Imam Hasan Al Banna mengatakan bahwa
dakwah ini memiliki tiga landasan, yaitu: pemahaman yang mendalam, iman yang
kokoh dan kecintaan yang terjalin kuat. “Saling mencintailah diantara kalian,
peliharalah sungguh-sungguh ikatan hati antara kalian. Itulah rahasia kekuatan
kalian. Itulah tiang yang menyangga keberhasilan kalian. Tetap teguhlah seperti
itu, sampai Allah membukakan antara kalian dan kaum kalian dengan kebenaran,
dan Allah adalah sebaik-baik yang membukakan itu.” Hati memiliki bahasa khusus
yang tidak dimengerti kecuali oleh orang yang hidup dengannya dan telah
merasakan kemanisannya.
wa adim wuddaha,
dan kekalkanlah kasih
sayang di antara hati-hati ini,
Orang yang paling lemah ialah orang yang
mendapatkan saudara, tapi kemudian ia tidak menjaga cintanya. Tidak ada
kebaikan bersaudara dengan orang yang memiliki dua hati, bermuka manis saat
berjumpa dan bermuka masam saat berpaling. Menjaga kasih sayang bukan hanya
dengan makan-makan, minum dan berkumpul. Ibnu Hibba menjelaskannya “Dalam sikap
tidak berlebihan, suara rendah, tidak sombong, senantiasa tawadhu’, berusaha
meninggalkan perbedaan, tidak membebani saudara dengan pekerjaan yang menumpuk
sehingga ia bosan, sebab seperti bayi yang terlalu lama menyusu mungkin lama
kelamaan ia juga akan disapih juga oleh ibunya”.
wahdiha subuulaha,
dan tunjukkanlah (hati-hati ini) jalan baginya,
Hidayah Allah mutlah dibutuhkan dalam persaudaraan
ini. “Sesungguhnya kamu tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang kamu
cintai, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya (Q.S. Al
Qashoh:56). Hati berada di antara dua jemari Allah. Dia membolak-balikkan
sesuai kehendaknya. Maka Do’a yang sering diucapkan Nabi ialah :
“Wahai zat yang membolak balikkan hati
teguhkanlah hatiku di atas agamamu...”
wamla'ha binuurikal ladzi laa yakhbu,
dan penuhilah (hati-hati
ini) dengan cahaya yang tiada redup,
Hati ini memerlukan bekal. Bekal yang
utama adalah hadirnya cahaya Allah di dalam hati kita, sehingga hati-hati kita
selalu siaga, tidak pernah tidur dan menjernihkan hati. Ibnu Abbas ra
menuturkan, “ Kebaikan itu memancarkan cahaya di dalam hati, menyorotkan sinar
pada wajah, membangkitkan kekuatan pada badan, mengundang rizki dan menumbuhkan
kecintaan di hati semua makhluk. Sebaliknya keburukan itu menyebabkan kehitaman
pada wajah, kegelapan di dalam hati, kelemahan badan, sedikit rizki dan
kemurkaan di hati semua makhluk.”
wasy-syrah shuduroha bi faidil imaanibik wa jami'
lit-tawakkuli 'alaik,
dan lapangkanlah seluruh
relung hati ini dengan keindahan bertawakal pada-Mu,
Tawakal menurut Imam Al Ghazali adalah
ibadah hati yang paling utama. Tanpa tawakal, tidak ada kebahagiaan dan
ketenangan dalam hidup. Manusia akan cenderung menghadapi problematika kehidupan
dengan emosional, mudah frustasi dan putus asa bahkan bisa menjurus ke
perbuatan syirik. (Lihat Q.S Ibrahim;2)
wa ahyiha bi ma'rifatik,
dan hidupkan hati ini
dengan ma'rifah kepada-Mu,
Maksud memohon agar hati
kita dihidupakan dengan ma’rifah kepada Allah adalah agar kita bisa
merealisasikan makna ma’rifatullah itu dalam hidup ini. Sebagian salaf
mengatakan, bahwa tidurnya orang yang ‘aarif (memiliki ma’rifah kepada Allah)
adalah sama dengan dia bangun, karena nafasnya adalah tasbih. Karena hatinya
selalu hidup, dua matanya memang tidur tetapi ruhnya sujud kepada Allah di
bawah Arasy dihadapan Allah. Tidurnya orang ‘aarif bahkan lebih baik daripada
sholatnya orang ghaafil (lalai). Karena orang yang ghaafil berdiri sholat,
sementara hatinya menerawang ke berbagai urusan dunia dan angan-angan.
wa amitha 'alaa syahaadati fii sabiilik...
dan matikan ia dalam
syahid di jalan-Mu.
Kematian adalah seni. Imam Hasan Al banna suatu ketika
mengatakan “Sesungguhnya ummat yang pandai merekayasa kematian dan tahu
bagaiamana kematian yang mulia, merekalah yang akan dikaruniai kehidupan mulia.
Kaetahuilah kematian yang mulia itu bisa mendatangkan kebahagiaan yang begitu
sempurna. Semoga Allah SWT memberi karunia kepada kalian semua, kematian mati
syahid di jalan-Nya”
Innaka ni'mal maula wa
ni'man nashiir.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
Kesalahan paling fatal adalah
bila engkau berusaha mengatur dan menata kehidupan sekitarmu, tapi engkau
membiarkan kekacauan di hatimu. (Mustafa Shadiq Ar Rafi’i dalam Wahyu Qalam).
Aktivitas kita di dunia
ini, tidak lain adalah aktivitas hati kita. Hati yang tahu bahwa Allah selalu
memantaunya, dan mengetahui pengkhianatan kerlingan mata sekalipun serta
mengetahui rahasia yang tersimpan di dalam dada.
Astaughfirullahal’adzim...
Semoga Allah mengampuni
dan memudahkan jalan kita semua untuk lebih dekat padaNya.
Aamiin...
Aamiin...
Keterangan
Buku
Judul : Syarah Do’a Rabithah
(Saudaraku, kuhadirkan wajahmu dalam do’aku)
Penulis : M. Lili Nur Aulia
Tebal : VIII, 118 halaman, 17,5
cm;TNW 10.5
Penerbit : Info Islam Publishing 2008
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk Diskusi