Kemiskinan merupakan masalah yang terus menghantui
masyarakat kita. Mulai dari pemerintah yang terus melakukan berbagai usaha
untuk mengentasakan masyarakat dari kemiskinan sampai masyarakat miskin sendiri
yang pasrah dengan keadaan kekurangan tersebut. Hal ini disebabkan karena
masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya
kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang
mempunyai potensi lebih tinggi. Standar kemiskinan umumnya diukur dengan tingkat
pendapatan, yakni dilihat dari perspektif ”kemiskinan pendapatan” atau
”income-poverty” (Chambers, 1997). Pendekatan ini banyak dikritik oleh para
pakar ilmu sosial sebagai pendekatan yang kurang bisa menggambarkan potret
kemiskinan secara lengkap. Kemiskinan seakan-akan hanyalah masalah ekonomi yang
ditunjukkan oleh rendahnya pendapatan seseorang atau keluarga untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Jumlah orang miskin di Indonesia senantiasa menunjukkan
angka yang tinggi, baik secara absolut maupun relatif, di pedesaan maupun di
perkotaan. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat
pendapatannya lebih rendah daripada garis kemiskinan absolut atau dengan kata
lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum
yang dicerminkan oleh garis kemiskinan absolut tersebut. Kriteria yang
digunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) untuk mengukur garis kemiskinan
absolut tersebut adalah pengeluaran minimum yang diperlukan untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari. Kebutuhan minimum untuk hidup ini diukur dengan
pengeluaran untuk makanan setara 2100 kalori perkapita per hari ditambah
pengeluaran untuk kebutuhan non makanan yang meliputi perumahan, berbagai
barang dan jasa, pakaian dan barang tahan lama. Pada tahun 1993, angka pengeluaran
minimum sebagai batas garis kemiskinan absolut tersbut ditetapkan rata-rata
sebesar Rp 27.905,00 perkapita per bulan untuk daerah perkotaan dan Rp
18.244,00 untuk daerah pedesaan.
Berbeda dengan kemiskinan absolut, kemiskinan relatif
adalah keadaan perbandingan antara kelompok yang mungkin tidak miskin karena
mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi daripada garis kemiskinan dan
kelompok masyarakat yang relatif lebih kaya. Dengan menggunkan ukuran
pendapatan, maka keadaan ini dikenal dengan ketimpangan distribusi pendapatan.
Selain itu berdasarkan pola waktunya, kemiskinan di suatu
daerah dapat dibedakan menjadi persistent proverty, cyclical poverty,
seasonal proverty, serta accidental poverty Persistent proverty yaitu kemiskinan yang
telah kronis atau turun temurun. Daerah seperti itu pada umumnya merupakan
daerah-daerah yang kritis sumber daya alamnya, atau daerah yang terisolasi.
Pola kedua adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola
siklus ekonomi secara keseluruhan. Berikutnya seasonal proverty, yaitu
kemiskinan musiman seperti dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian tanaman
pangan. Terakhir accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya
bencana alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan
menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Setiap pola kemiskinan
tersebut memiliki hubungan yang kuat dengan suatu wilayah.
Sedangkan kemiskinan struktural diciptakan oleh sistem, nilai dan perilaku manusia yang tidak manusia atau istilahnya homo homini lupus, manusia memakan manusia. Sistem kapitalis dan sosialis dengan asas manfaat bebas nilai, telah melahirkan elit politik dan konglomerat yang menghalalkan segala cara. Harta telah membuatnya bersifat serakah dan membutakan hati nuraninya untuk sedikit peduli pada nasib orang lain yang tidak berpunya.
Dalam sistem kapitalis, para saudagar kaya dengan leluasa
bisa mengendalikan sistem perekonomian. Penimbun misalnya, mereka bisa dengan
bebas mengumpulkan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat, kemudian menunggu
waktu yang pas untuk dijual ke konsumen dengan harga yang melambung. Jelas ini
akan membuat masyarakat menderita karena harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Dan hasilnya, yang miskin semakin miskin yang kaya
semakin kaya. Kesenjangan sosial kian meningkat.
Jika dihubungkan dengan kondisi masyarakat sekarang ini,
penyebab-penyebab kemiskinan tersebut dapat berasal dari : pertama, faktor
individu sendiri dimana mempunyai mental malas, pasrah, menerima keadaan miskin
sejak lahir dan tidak mau bergerak sendiri hanya bisa digerakkan karena pada
zaman dulu juga sudah terbiasa dijajah dan mental itu masih ada sampai saat
ini, kemudian tingkat pendidikan apakah sudah memenuhi standar pendidikan yang
semestinya karena hal itu dapat mempengaruhi tindakan dan pola pikirnya, selain
itu derajat kesehatan dari mulai masih dalam kandungan hingga tumbuh jadi
manusia yang dapat mengurus dirinya sendiri juga perlu dipertanyakan apakah medical
treatment yang harus diberikan pada
masa-masa itu memang telah dilakukan? karena bila tidak dapat menganggu
kesehatan si anak yang pada waktu dewasa nanti akan menjadi penggerak-penggerak
perubahan bangsa. Dalam Al-Qur’an juga telah dijelaskan bahwa manusia itu harus
mengubah nasibnya sendiri kita tidak boleh selalu menggantungkan diri pada
orang lain, hal ini tercantum pada Surat Ar-Ra’d ayat 11 ”Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung
bagi mereka selain Dia.” Sebab yang kedua, sistem yang diterapkan oleh
pemerintah. Sudah dibahas sebelumnya bahwa saat ini Indonesia dengan sistem
kapitalisnya dapat menyebabkan orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin
miskin, ketimpangan yang terjadi akan semakin memperparah kemiskinan dengan
tingginya tindak kriminal, banyak orang mati kelaparan, wabah penyakit menyebar
dan itu akan menjadi sebuah lingkaran kemiskinan yang akan terus berputar bila
salah satu rantainya tidak diputus. Hal itu juga berkaitan dengan lapangan
pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah apakah sesuai dengan kondisi
masyarakat Indonesia yang seperti ini, yang mempunyai penduduk banyak tapi
tidak semuanya berpendidikan layak atau membuka lapangan pekerjaan dan mulai
berwirausaha adalah suatu solusi.
Saat ini pemerintah memang telah melakukan
tindakan-tindakan untuk menanggulangi masalah kemiskinan yang tengah terjadi. Seperti
PROKESOS (Program-program Kesejahteraan Sosial) yang telah dan sedang
dikembangkan oleh Departemen Sosial yang kegiatannya berupa : pemberian
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh penti-panti sosial,
dan program jaminan, perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial; kemudian
bantuan tunai langsung yang diberikan pemerintah untuk mensubsidi masyarakat
yang benar-benar membutuhkan. Kesemuanya itu adalah solusi yang dapat membangun
karakter masyarakat agar mulai bergerak mengentaskan kemiskinan diri, sedangkan
mengenai sistem ekonomi yang digunakan saat ini, sebenarnya dalam agama sudah
ada solusinya yaitu dengan menerapkan sistem zakat. Mengapa bisa begitu? Karena
jika para konglomerat yang menguasai perekonomian suatu negara itu mau
menyisihkan 2,5% dari hartanya untuk orang-orang yang tidak berkecukupan maka
orang yang awalnya tidak cukup memenuhi kebutuhan hidupnya dapat berubah
menjadi berkecukupan, sehingga distribusi pendapatan dapat terjadi antara si
kaya dan si miskin. Dan memang sudah selayaknya seorang manusia menolong
sesamanya yang membutuhkan bantuan. Apabila ditilik kembali pada semua masalah
yang ada sebenarnya terdapat satu masalah yang dapat diangkat disini yaitu ”Apa
kita sudah peduli?” . Peduli di sini tidak harus dengan melakukan sesuatu yang
besar berupa bakti sosial, pembagian sembako gratis, aksi-aksi sosial dan
lain-lain. Tapi lebih pada apa yang telah kita lakukan dan berikan pada
saudara-saudara kita yang berada disekitar kita yang membutuhkan uluran tangan
kita. Bercermin pada diri sendiri dapat merefleksikan perubahan apa yang dapat
terjadi pada bangsa yang terus dihantui kemiskinan ini?.
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk Diskusi