![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlvmN8cJkf8_X4Nm2zrD9dUsWUBP0fvUF-B4y4c37_JaUbeGVMHyxHFwp_KCMovdu1tgc0d_Twf5zkgkIQLlG_b65Uv1xPp_Caox7HFqLg_nThPqVs9CVJWRimQjD9SFhTgktoCFsKaX8/s200/al-qiyadah+wal+jundiyah-500x500.jpg)
\ |
Pengarang :
Syaikh Mushthafa Masyhur
Tebal :
viii+173 halaman
Penerbit :
Al-I’tishom Cahaya Umat
Cetakan : II, mei
2006
Wanna share about content this book :
Halaman 92
Pengalaman telah menunjukkan, bahwa semangat
yang berkobar-kobar di kalangan anggota tertentu, bukan berarti sebagai bukti
kekuatan iman dan kehebatannya dalam berjuang dan berkorban. Malah sering orang
yang semangatnya berkobar-kobar, pada mulanya beranggapan dengan semangat
seperti itu akan mempercepat pencapaian tujuan dan cita-cita. Tetapi, karena
tujuan yang akan ditempuh panjang, maka hanya orang-orang yang sabar menanggung
segala derita dan tekun saja yang patut menyertai perjalanan jamaah ini. Karena
itu, orang yang terlalu bersemangat sebenarnya sangat berbahaya kalau
didudukkan di tempat strategis. Sebab tidak mustahil ia akan menyalahgunakannya
atau malah berhenti ditengah jalan setelah mengalami kesusahan.
Ketika membaca tulisan itu, saya
pribadi langsung tersentak sekaligus terpukul membacanya, dan berpikir betapa berbahayanya
saat saya menjadi seseorang yang sangat bersemangat terhadap sesuatu dan
kemudian tidak meneruskannya sampai akhir. Tidak hanya diri sendiri yang merugi
tapi orang-orang disekitar pun juga menanggung akibatnya.
Memang saya merasakan sendiri
bahwa saat menemukan sebuah ide bahkan beberapa ide yang bisa saja disebut cemerlang
secara tidak langsung setiap orang pasti ingin mewujudkannya apalagi bila ide
tersebut terkait dengan orang banyak dan dapat bermanfaat mereka. Maka
keinginan untuk segera mewujudkannya membuat saya sangat bersemangat, ”semangat
yang berkobar-kobar” dan istilah itu betul sekali, seperti layaknya api besar
yang melalap semua benda yang ada didepannya. Saat itulah bisa saja semangat
itu bercampur dengan napsu, karena ketika harapan-harapan yang ingin diwujudkan
tadi tak dapat segera terwujud, dikarenakan orang lain belum siap menerima ide
itu ataupun lingkungan yang tidak mempunyai semangat yang sama untuk
mewujudkannya. Maka yang terjadi selanjutnya adalah timbul kekecewaan pada
jamaah dan kandasnya impian itu.
Dalam buku ini dikatakan ”Karena
itu, orang yang terlalu bersemangat sebenarnya sangat berbahaya kalau
didudukkan di tempat strategis. Sebab tidak mustahil ia akan menyalahgunakannya
atau malah berhenti ditengah jalan setelah mengalami kesusahan.”
Sungguh ironis memang, saat ada anggota yang
benar-benar bersemangat tapi tak ada wadah yang sanggup menampung semangat itu
dan orang-orang disekitarnya tak mampu mengimbanginya. Kemudian apabila hal itu
terjadi siapakah yang patut dikasihani anggota yang bersemangat tadi? Ataukah
orang-orang disekitarnya yang tidak siap dengan semangat perubahan menuju
perbaikan? Setiap manusia diberi kelemahan dan kelebihan, yang tujuannya memang
untuk saling melengkapi agar terjalin ukhuwah satu sama lain. Dan tak dapat
dipungkiri kalau hal di atas tadi bisa terjadi, dan kekecewaan terhadap jamaah
merupakan sebuah keniscayaan. Namun, akankah kita semua ingin hal itu terjadi?
Tentu saja tidak, saat dimana kita tahu hal-hal yang menimbulkan mudhorot itu
dapat diminimalisir tentu saja pasti akan kita lakukan.
Pada halaman 81 buku ini dikatakan ”semangat
pemuda harus dipelihara dan diarahkan serta selalu dikontrol. Agar tidak timbul
tindakan yang membabi buta dan agar tidak menjerumuskan jamaah ke dalam suatu
pertarungan tanpa perhitungan dengan musuh.”
Dikatakan tadi, bukan hanya memelihara tapi
juga mengarahkan dan selalu mengontrol semangat para pemuda. Nah, siapakah yang
dapat melakukannya? Tentu saja orang-orang yang mempunyai kebijaksanaan lebih
yang dapat mengarahkan semangat para pemuda tanpa menyesatkannya. Jika pemuda
mempunyai idealisme maka para pendahulu-pendahulu yang telah mempunyai banyak
pengalaman itu mempunyai segudang kebijaksanaan. Bukankah hal itu yang
diharapkan dari adanya sosok qiyadah dan jundiyah? Dalam ini yang dimaksud
bukan saja qiyadah sebagai panglima angkatan tertinggi ataupun ketua organisasi
tapi juga kita sebagai qiyadah terhadap diri sendiri dan orang lain didekat
kita. Bukankah sudah sepantasnya seorang muslim itu mengingatkan saudaranya,
dalam Al-Qur’an surat At-Taubah;71 :
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Subhanallah, sungguh agama Islam itu sangat
menyeluruh dan andai saja (semoga) setiap orang memahami Islam secara
menyeluruh maka tidak ada lagi orang-orang yang kecewa terhadap jamaah atau pun
mimpi-mimpi yang tidak dapat diwujudkan. Dan Allah adalah sebaik-baik
penolong....
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk Diskusi