Minggu, Mei 25, 2008

Al-Qiyadah Wal Jundiah



\
Judul Buku       : Al-Qiyadah Wal Jundiah
Pengarang       : Syaikh Mushthafa Masyhur
Tebal                : viii+173 halaman
Penerbit          : Al-I’tishom Cahaya Umat
Cetakan           : II, mei 2006

Wanna share about content this book :
Halaman 92
Pengalaman telah menunjukkan, bahwa semangat yang berkobar-kobar di kalangan anggota tertentu, bukan berarti sebagai bukti kekuatan iman dan kehebatannya dalam berjuang dan berkorban. Malah sering orang yang semangatnya berkobar-kobar, pada mulanya beranggapan dengan semangat seperti itu akan mempercepat pencapaian tujuan dan cita-cita. Tetapi, karena tujuan yang akan ditempuh panjang, maka hanya orang-orang yang sabar menanggung segala derita dan tekun saja yang patut menyertai perjalanan jamaah ini. Karena itu, orang yang terlalu bersemangat sebenarnya sangat berbahaya kalau didudukkan di tempat strategis. Sebab tidak mustahil ia akan menyalahgunakannya atau malah berhenti ditengah jalan setelah mengalami kesusahan.

Ketika membaca tulisan itu, saya pribadi langsung tersentak sekaligus terpukul membacanya, dan berpikir betapa berbahayanya saat saya menjadi seseorang yang sangat bersemangat terhadap sesuatu dan kemudian tidak meneruskannya sampai akhir. Tidak hanya diri sendiri yang merugi tapi orang-orang disekitar pun juga menanggung akibatnya.
Memang saya merasakan sendiri bahwa saat menemukan sebuah ide bahkan beberapa ide yang bisa saja disebut cemerlang secara tidak langsung setiap orang pasti ingin mewujudkannya apalagi bila ide tersebut terkait dengan orang banyak dan dapat bermanfaat mereka. Maka keinginan untuk segera mewujudkannya membuat saya sangat bersemangat, ”semangat yang berkobar-kobar” dan istilah itu betul sekali, seperti layaknya api besar yang melalap semua benda yang ada didepannya. Saat itulah bisa saja semangat itu bercampur dengan napsu, karena ketika harapan-harapan yang ingin diwujudkan tadi tak dapat segera terwujud, dikarenakan orang lain belum siap menerima ide itu ataupun lingkungan yang tidak mempunyai semangat yang sama untuk mewujudkannya. Maka yang terjadi selanjutnya adalah timbul kekecewaan pada jamaah dan kandasnya impian itu.
Dalam buku ini dikatakan ”Karena itu, orang yang terlalu bersemangat sebenarnya sangat berbahaya kalau didudukkan di tempat strategis. Sebab tidak mustahil ia akan menyalahgunakannya atau malah berhenti ditengah jalan setelah mengalami kesusahan.”
Sungguh ironis memang, saat ada anggota yang benar-benar bersemangat tapi tak ada wadah yang sanggup menampung semangat itu dan orang-orang disekitarnya tak mampu mengimbanginya. Kemudian apabila hal itu terjadi siapakah yang patut dikasihani anggota yang bersemangat tadi? Ataukah orang-orang disekitarnya yang tidak siap dengan semangat perubahan menuju perbaikan? Setiap manusia diberi kelemahan dan kelebihan, yang tujuannya memang untuk saling melengkapi agar terjalin ukhuwah satu sama lain. Dan tak dapat dipungkiri kalau hal di atas tadi bisa terjadi, dan kekecewaan terhadap jamaah merupakan sebuah keniscayaan. Namun, akankah kita semua ingin hal itu terjadi? Tentu saja tidak, saat dimana kita tahu hal-hal yang menimbulkan mudhorot itu dapat diminimalisir tentu saja pasti akan kita lakukan.
Pada halaman 81 buku ini dikatakan ”semangat pemuda harus dipelihara dan diarahkan serta selalu dikontrol. Agar tidak timbul tindakan yang membabi buta dan agar tidak menjerumuskan jamaah ke dalam suatu pertarungan tanpa perhitungan dengan musuh.” 

Dikatakan tadi, bukan hanya memelihara tapi juga mengarahkan dan selalu mengontrol semangat para pemuda. Nah, siapakah yang dapat melakukannya? Tentu saja orang-orang yang mempunyai kebijaksanaan lebih yang dapat mengarahkan semangat para pemuda tanpa menyesatkannya. Jika pemuda mempunyai idealisme maka para pendahulu-pendahulu yang telah mempunyai banyak pengalaman itu mempunyai segudang kebijaksanaan. Bukankah hal itu yang diharapkan dari adanya sosok qiyadah dan jundiyah? Dalam ini yang dimaksud bukan saja qiyadah sebagai panglima angkatan tertinggi ataupun ketua organisasi tapi juga kita sebagai qiyadah terhadap diri sendiri dan orang lain didekat kita. Bukankah sudah sepantasnya seorang muslim itu mengingatkan saudaranya, dalam Al-Qur’an surat At-Taubah;71 :

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Subhanallah, sungguh agama Islam itu sangat menyeluruh dan andai saja (semoga) setiap orang memahami Islam secara menyeluruh maka tidak ada lagi orang-orang yang kecewa terhadap jamaah atau pun mimpi-mimpi yang tidak dapat diwujudkan. Dan Allah adalah sebaik-baik penolong....                                                                                                            
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk Diskusi