Kamis, Mei 15, 2014

TANPA RUH

KOSONG - Cobalah kamu tidak membaca Al Qur'an selama satu hari atau sepekan atau bahkan sebulan. Boro-boro sampai sebulan sehari saja sama sekali tidak membaca pasti ada yang hilang dalam dirimu. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak sholat?


Entah apa yang sebenarnya yang terjadi dalam hidupku beberapa waktu ini. Aku kehilangan spiritku. Kejenuhan yang sangat melihat keadaan yang tak kunjung berubah. Mengalami rutinitas yang sama, orang-orang yang sama, dengan koreksi yang sama. Mengapa kau tak kunjung berubah?

Aku merasakan lelah untuk mengingatkan, lama sekali aku menekan tombol "mute" pada sikap bawelku. Aku ingin melihat kepedulian dari orang lain, bukan hanya aku. 
Aku ingin melihat apa yang terjadi bila aku tidak peduli. 
Apa yang terjadi ketika tidak ada gerakan.

Miris - nila setitik rusak susu sebelanga itulah yang terjadi. Begitulah umumnya orang yang seharusnya "tidak boleh salah". Menjadi teladan adalah hukum mutlak orang yang dituakan. Aku tidak menolak anggapan itu. Dan itu hal yang wajar.  
Bukti bahwa lingkungan akan mempengaruhi sosok dan sosok itu akan mempengaruhi lingkungan juga benar adanya. 
Sebenarnya, aku berharap muncul sosok baru yang dengannya menghidupkan kembali cahaya yang hilang. 
Gayung tak bersambut, memang takdir tidak bisa dipilih. Ketika kita menghendaki perubahan dari lingkungan sekitar kita, mutlak harus melalui perubahan diri kita sendiri terlebih dahulu.
Selayaknya, aku yang harus evaluasi diri untuk siapa amal ini... 

Berharap pada hasil yang terbaik, yang paling ideal, yang paling sempurna membuatku putus asa dan menarik diri dari lingkungan-kecewa. 
Tak mau berbagi adalah hal yang menyedihkan, aku sakit semakin akut. Bukanlah sakit fisik yang membuatku nelangsa kehilangan RUH-lah yang membuat hidup menjadi nestapa.

Aku baca lagi firmanNya :

Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.(Q.S. Al Kahfi 103-104) 

Haluan orientasi ini harus kembali pada jalannya, bisikku pada diriku sendiri. Nilai perbuatan kita bukan dinilai dari hasil yang diberikan oleh orang lain melalui tangan kita, tapi bagaimana melalui tangan-tangan kita inilah akan membuahkan hasil sehingga dapat dinikmati oleh banyak orang.

Terus menanam, merawat, sehingga suatu saat nanti buahnya terasa nikmat ketika dimakan oleh orang lain. Begitulah arti dari nafi'un li ghoirihi paling bermanfaat bagi orang banyak. Itulah sebaik-baik manusia.

Ruh itu akan kembali dengan sendirinya ketika kita menambah rasa sayang kita pada Allah SWT dan menyayangi orang lain, umat ini melebihi diri kita sendiri.

kalo tidak bermanfaat mengapa jua kita masih melakukannya? kalo tidak di dunia insyaAllah di akhirat. pasti.


Sumber gambar : www.langitnilai.com
Share:

Rabu, Mei 07, 2014

Himmatuhusna



Sudah lama sekali sekitar tahun 2011 lalu, aku dipertemukan kembali oleh salah seorang temanku di Jama’ah Shalahuddin. Sebuah perbincangan singkat di social media, kami saling berbagi kabar dan aktivitas saat itu. Saat itu dia sudah menikah dan terus berdakwah. Sosoknya yang aku ingat saat kami berjibaku dulu adalah dia selalu membawa buku kemana-mana. Di buku itu juga dia tuliskan
 “APAPUN YANG TERJADI TETAP TULISKAN!!!” 
 “WALAUPUN KAMU LELAH TETAPLAH MENULIS” 
kiranya begitu kalimat motivasi yang tertulis dengan huruf KAPITAL dan berulang-ulang. Pertemanan kami memang singkat, karena semangatnya menuntut ilmu dinniyah membuat kami harus berpisah sementara waktu. Kalian tau apa komentar dia saat kami berjumpa lagi dalam percakapan singkat itu...

“Kalau avis, nama sebutan yang cocok buatmu itu himmatuhusna”
“apa itu artinya?”
“semangat yang baik, avis kan orangnya selalu semangat!!!”
“hehehe...”

Percakapan itu selalu ku ingat dan akhirnya kutuliskan kembali disini, dan nama itu aku labelkan di nama drive, flashdisk, email dsb....
Namun, entah mengapa saat ini aku merasa malu. Malu karena sepertinya aku tak semangat seperti dulu. Terlalu banyak pertimbangan untuk beramal. Merasa gagal dan putus asa pada semua yang pernah dilakukan.... Akhirnya kecewa dan menarik diri. Astaughfirullah...

Betapa mudah Allah itu membolak balikan hati. Makanya:
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ ».
“Barang siapa yang mencintai karena Allah. Membenci karena Allah. Memberi karena Allah. Dan tidak memberi juga karena Allah. Maka sungguh dia telah menyempurnakan imannya.” (HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud [10/181] as-Syamilah)
Sesuatu itu perlu dikembalikan lagi pada “ghoyah”nya... Allah ghoyatuna.... Ringan diucapkan tapi berat dalam amal. Kalau saat ini aku menyerah, kenapa aku menyerah? Apa setelah menyerah iman itu bertambah? Setiap tindakan dan alasan perlu kita pertanyakan kembali “apakah Allah ridho dengan apa yang kita kerjakan?”

“berlelah-lelahlah sampai lelah itu lelah mengikutimu”
 karena akhir perjuangan ini akan selesai ketika KAKI TELAH MENAPAK KE SURGANYA.

Merbabu 2013 _ dan menapak kaki dengan pasti... (izzis)

Share: