Namanya kubus, memiliki 6 sisi yang berbeda. Masing-masing
memilki warna yang berbeda. Apabila dua orang memandangi kubus itu pada saat
yang bersamaan, lalu orang ketiga bertanya “apa warna yang kau lihat?”
Menurutmu apa yang akan mereka jawab? Ya, dua orang itu bisa jadi akan menjawab
2 warna yang berbeda. Si A menjawab merah sementara Si B akan menjawab Kuning.
Karena mereka hanya melihat dari satu sisi. Keduanya tidak salah. Kemudian si C
meminta keduanya untuk berganti tempat, dan bertanya sekali “sekarang warna apa
yang kalian lihat?”
Guys, manusia itu kompleks banget ya, masalah kecil bisa
menjadi besar, walau sekedar perbedaan pendapat. Kalo saja Si C tidak meminta bergantian
tempat, tentu saja Si A dan Si B keluar dari ruangan itu masih bersikeras
dengan jawabannya masing-masing, merasa benar dan tidak mau kalah. Namun,
dengan memandang dari sisi yang berbeda kita akan mengerti mengapa orang
memberikan jawaban yang berbeda. Setiap orang memberi jawaban atas apa yang
mereka lihat.
Jawaban juga akan berbeda ketika kita berada di posisi si C
(ditengah-tengah) kita akan melihat kubus itu berwarna-warni yaitu kuning,
merah dan hijau. Si C memandang dari posisi yang lebih tinggi sehingga ia bisa
melihat lebih banyak. Si C memahami mengapa Si A dan Si B berlainan pendapat
dan memaknai perbedaan itu sebagai dinamika yang positif, dan si C pun menyelesaikannya
dengan tepat. Itulah kebijaksanaan. ^&^
Dalam dunia nyata, bukankah banyak sekali komunikasi yang
terjadi? Baik dengan rekan sejawat, dengan adik yang lebih muda, atau para
senior yang memiliki segudang pengalaman. Lalu bagaimana dengan kita? Bagaimana
cara kita berkomunikasi?
Saya? Hmmm... justru saya menulis tulisan ini karena saya
sedang ingin mengobati trauma saya terhadap cara komunikasi saya (=P). Saya masih berada
di posisi yang tidak tetap, bisa menjadi Si A, Si B ataupun Si C. Kadang
pertengkaran kecil bisa menjadi bumbu tersendiri untuk “ukhuwah” tapi bukan
bumbu yang sedap jika terlalu banyak. Hehe...
Saya banyak merenungi hal itu dan saya juga meminta bantuan teman-teman
yang sering berinteraksi dengan saya. Lalu saya membuat kuisioner seperti ini.
Assalamu'alaykum. Halo teman2, saya hari ini sedang merancang agenda untuk diri saya, untuk itu perlu data baseline dari kalian yang pernah berinteraksi denganku, dari skala 1-5, 1 paling rendah dan 5 paling tinggi, tolong jawab jujur karena tidak akan memengaruhi hubungan kita hehe, menurut kalian: seberapa cocoknya niat baik dengan cara menyampaikan yg baik dari seorang Avisenna? Thx feedbacknya..
Kalian tahu bagaimana tanggapannya?
^^ ada yang langsung menjawab sesuai yang saya harapkan,
tapi beberapa tak jarang juga tidak mengerti dengan maksud saya (V**). Artinya
ini memang cara menyampaikan juga belum standar normal, karena gak semua paham
(haha).
Lalu ada adek binaan saya dulu yang membantu menerjemahkan
pertanyaan itu dengan lebih mudah, yaitu:
*Cara Mba Avis dlm menyampaikan niat baik* udah baik atau belom?1 paling rendah,5 paling baikCoblos no 1📌Coblos no 2📌Coblos no 3📌Coblos no 4📌Coblos no 5📌
Hasilnya,
Orang yang lebih tua
menjawab 3,5 dan kurang dari itu; itu orang yang lebih muda dibagi dua kategori
1) adek-adek yang intens berinteraksi
menjawab 3 dan kurang dari itu, 2) sudah data lama (dulu2 banget) 4 ke atas;
sementara teman-teman sepantaran rata-rata menjawab 3 dan 4. =D
Lalu saya menyimpulkan, ternyata komunikasi saya ada yang
belum “pas” terutama untuk komunikasi ke yang lebih muda dan tua. Saya juga
menyadari bahwa saya selalu menganggap “seseorang” itu teman. Jadi kadang sok
akrab, bisa jadi yang lebih tua merasa kurang berkenan karena “rasa hormat” kok
kurang ya. Sedangkan yang muda merasa “ini udah tua kok seperti anak kecil”
haha..
Saya excited dengan survey
random ini. Niat baiknya biar lebih akrab, tapi ternyata masing-masing orang memiliki
pandangan yang berbeda. Saya terlalu memaksakan setiap orang dapat menerima
saya apa adanya, jadi dimanapun bersama siapapun “inilah saya, apa adanya”.
Menjadi apa adanya ini bisa menjadi senjata bermata dua.
Kalo baik dibilang polos, kalo jelek dibilang seenaknya aja... hehe,, maaf ya
guys, masih terus memperbaiki diri sampai akhir hayat,
Terima kasih telah peduli padaku.
Terima kasih masih mau memperbaikiku.
Terima kasih telah sabar padaku.
Saling menasihati dalam kesabaran, kasih sayang, dan
kebaikan.
Qur’an inspirasi:
Q.S. Al Ashr
Q.S. Al Balad ayat 17 : “Kemudian dia termasuk orang-orang
yang beriman, dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk
berkasih sayang.”