Senin, Mei 18, 2015

Psikologi Kebencanaan





UGM- Senin (18/5) saya berkesempatan untuk mengikuti sharing dengan alumni Psikologi angkatan 1993 yang diselenggarakan oleh CPMH. Beliau adalah Ibu Lusi Nuryanti, M.Si (PhD candedate from LeedsBacket University). Berikut liputan live nya!

Diskusi tentang Psikologi kebencanaan adalah hal yang menarik, karena pada kenyataan ketika menjadi relawan atau pun sebagai seorang psikologi relawan kita masih kebingungan untuk menghadapi response kebencanaan sebagai seorang psikologi.
Manakah yang diprioritaskan terlebih dahulu masalah makanannya kah, traumahealing, sanitasi, kebutuhan sandang, bahkan sampai ke pembahasan dan pengadaan bilik mesra namun pada akhirnya tidak terpakai, ungkap salah satu peserta.

Peran psikologi dalam kebencanaan bisa dilihat dari Disaster Management Cycle, sambung Bu Lusi.

Management Disaster
Kebanyakan permintaan terhadap relawan atau relawan psikologi ada pada event recovery dan response. Sementara event mitigation dan preparation ada pada ranah orang geografi - geologi. Namun, bila kita lihat lebih lanjut sesungguhnya peran psikologi ada dalam semua event tersebut, walaupun aspeknya bisa spesifik ke ranah tertentu. Misal psikologi pada ranah mitigation dan pre-paration adalah ranah psikolog komunitas, response dan recovery (psikologi klinis), serta tak terlepas dari ranah lain dalam membantu mereka untuk bangkit kembali. Hal yang perlu ditekankan adalah  psikologi dibutuhkan di semua aspek selama masih ada manusia! ^^


Mari kita lihat lebih dekat!

Indonesia adalah supermarket bencana, semua bencana ada, kata BNBP lho (bukan saya--lusi.red). Mulai dari bencana kekeringan, banjir, tanah longsor, tsunami, gempa bumi, gunung meletus dsb. Indonesia pasti  kesebut di top 5, entah di bagian penelitiannya, korbannya, skala bencana, hingga faktor kerugiannya.

Sayangnya, kebanyakan publikasi dari penelitian, explorasi dan publikasi tak banyak ditulis oleh orang Indonesia sendiri. Banyak para ahli dari luar negri yang menjadikan Indonesia sebagai objek penelitian. Tapi hanya sedikit dari Indonesia! T_T

Hasil gambar untuk cultural psychology of coping with disastersAda satu buku yang memotivasi saya karena disana ada satu penulis Indonesia, beliau juga alumni dari fakultas Psikologi, judulnya cultural psychology of coping with disasters tulisan dari Bu JEP. Semoga buku ini bisa menjadi pelopor karya yang lain untuk tampil.

 Mengapa (lagi) perlu psikologi kebencanaan?

  1. Indonesia memiliki 145 gunung dengan 58 masuk klasifikasi berbahaya 
  2. Indonesia memiliki jumlah populasi yang tinggal di lereng gunung berapi (<100km) terbesar di dunia yaitu 180 juta jiwa
  3. Jumlah penduduk di lereng Merapi termasuk terpadat sedunia

Penelitian saya fokus pada bencana meletusnya merapi kemarin, saya melihat fakta bahwa perlu waktu bertahun tahun untuk pemerintah jogja mampu merekolasi para penduduk yang tinggal di lereng gunung merapi. Bahkan ada yang tetap bersikukuh tidak mau pindah.

Saya melihat betapa pentingnya adanya orang psikologi dalam pengambilan kebijakan dan memahami dinamika masyarakat yang ada. Menjadi lebih strategis lagi bila masuk bagian di BPBD
(Badan Penanggulangan Benana Daerah).

Ada lagi peserta online yang bertanya bagaimana jika psikologi itu fokus pada mitigasi bencana yang atau bencana nya disebabkan oleh manusia (man made).
Bencana yang disebabkan oleh Man made – itu ya seperti nuklir,  kalau banjir merupakan kombinasi man made dan alam, atau bisa juga seperti kejadian air asia, dsb.
Peran psikologi tidak bisa dipisah-pisahkan dalam proses mitigasi bisa berperan d keduanya baik dalam menangani perilaku manusianya maupun dengan persiapan dalam penanggulangan bencana lebih lanjut, tandas Bu Lusi.

Sharing ini sungguh menarik, tapi karena azan maghrib sudah berkumandang, maka dicukupkan saja sampai disini. Semoga masih ada sharing selanjutnya. Ciao ^^


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Yuk Diskusi