Sore ini aku menemani binaanku untuk ta’aruf. Sebenarnya hal seperti ini bukan kali pertama bagiku. Namun, sepertinya Allah ingin mengingatkanku atas apa yang seharusnya aku persiapkan untuk memenuhi separuh dien ini.
MasyaAllah... betapa fakirnya aku, ketika merasa cukup atas diri
sendiri. Aku sadar 2 pekan ini aku futur, dan itu aku biarkan begitu saja. Aku
merasa cukup dengan ibadah seadanya asal tidak melakukan maksiat. Tidak
mencintai sunnah dan kurang menghindari yang mubah. Astaughfirullah....
Betapa lemahnya aku, kurang bisa menjaga diri. Melakukan
tarbiyah Dzatiyah dengan istiqomah.
Kalimat yang terucap dari lisan murobbi sang Ikhwan "apa persiapan khusus yang telah anti persiapkan?" tadi seperti
mengingatkanku akan JANJI pada diri sendiri yang dulu pernah aku tancapkan
dalam hati. Aku akan menggenapkan separoh dien, sudah sungguh-sungguhkah aku mempersiapkannya?
Dan lagi ketika aku merasa cukup dengan diriku....
Ada tulisan menarik yang membuatku sadar:
Seorang ibu yang sering bertanya pada anak perempuannya
mengenai apa bagian tubuh yang terpenting bagi manusia. Dari tahun ke tahun,
anak perempuannya itu terus memberika jawaban yang ia kira benar.
Di usianya yang lebih muda, anak itu mengira, bunyi atau
suara itu sangat penting bagi manusia. Karena itu, ia menjawab “Telinga saya,
Bu”.
Ibunya berkata, “Bukan. Banyak orang yang tuli. Coba
pikirkan terus Ibu akan bertanya lagi di suatu saat nanti”.
Beberapa tahun berlalu, dan Sang Ibu kembali menanyakan hal
itu lagi. Kali ini anak perempuannya merenung, mencoba memberikan jawaban yang
benar. Lalu berkata kepada Ibunya, “Ibu, penglihatan itu sangat penting bagi
siapa saja. Karena itu bagian tubuh yang paling penting untuk semua orang
adalah mata.
Ibunya hanya memandang sang anak dan berkata, “Kamu cepat
belajar. Tapi jawaban ini tidak tepat karena banyak orang yang buta”.
Sang anak kembali terdiam. Dari tahun ke tahun, ia terus
menambah pengetahuan. Selama itu, Sang ibu bertanya beberapa kali dan
jawabannya adalah selalu, “Bukan. Tapi kamu jadi pintar dari tahun ke tahun,
Nak.”
Suatu hari kakek anak perempuan itu meninggal. Semua orang
menangis. Bahkan ayahnya juga menangis. Anak itu ingat persis hal ini karena
ini kali keduanya melihat sang ayah menangis.
Ketika tiba giliran mereka untuk memberi penghormatan terakhir
kepada kakek, ibunya kembali bertanya pada anak perempuannya itu, “Apakah kamu
sudah tahu, bagian apa yang paling penting bagi tubuh kita?”
Sang anak kaget, mengapa ibunya bertanya tentang hal itu
pada situasi seperti ini. Selama ini si anak perempuan hanya mengira,
pertanyaan itu hanya permainan tebak-tebakan antara ibu dan anak. Sang ibu tahu
kalau anaknya bingung dan berkata, “Pertanyaan ini sangat penting. Ini
menunjukkan, kamu benar-benar menghargai hidup ini. Untuk setiap bagian tubuh
yang kamu bilang ke saya di waktu lalu, saya selalu bilang, kamu salah dan saya
sudah menjelaskan contohnya mengapa. Tapi hari ini kamu harus belajar satu
pelajaran penting ini.”
Sang ibu memandangi anaknya dengan pandangan yang hanya bisa diberikan seorang Ibu. Air mata menggenang di matanya. Si Ibu lalu berkata, “Anakku sayang, bagian tubuh yang paling penting itu adalah bahumu.” “Karena bahu menyangga kepala saya,” tanya si anak penasaran.
“Bukan. Tapi karena dapat menyangga kepada seorang teman atau orang yang kita sayangi, ketika mereka menangis. Semua orang perlu bahu untuk menyangganya dalam hidup ini. Saya hanya berharap , kamu punya kecukupan cinta dan teman sehingga kamu selalu punya tempat bersandar untuk menangis di saat kamu memerlukannya.”
Dari situ dan sejak itu, sang anak tahu, bagian yang paling penting dari tubuh bukan yang memikirkan diri sendiri. Yang paling penting adalah bersimpatik terhadap penderitaan orang lain.
Orang-orang akan lupa
dengan apa yang kita katakan
Orang-orang akan lupa
dengan apa yang kita kerjakan
Tapi orang tak akan
pernah lupa perasaan yang dirasakannya akibat perlakuan kita kepadanya
Sahabat baik itu seperti bintang-bintang di langit
Kita tidak selalu melihat mereka, tapi kita tahu, bahwa
mereka itu ada.
Notes.
Bila saya sebagai ibu anak tersebut. Jawaban dari pertanyaan
“bagian apa yang terpenting sesuai filosofi di atas yaitu jari jemari” tanpa
jari kita tidak bisa menyampaikan empati atau simpati dengan bahasa tubuh, tanpa jari kita tidak bergandengan, tanpa jari
kita tidak bisa bersalaman dengan apik, tanpa jari kita akan sulit memegang
sesuatu dengan kuat, banyak hal kecil yang bisa kita lakukan dengan jari-jari
kita dan hal tersebut bisa menguatkan orang lain bukan hanya menjadi sandaran. Itulah mengapa saya menganggap bagian ini lebih penting dari bahu. Sekali
ini hanya pendapat, Sahabat bisa juga berpendapat lain, just share! J
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk Diskusi